Tugas Hukum Pajak
Peningkatan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Untuk
Peningkatan Pendapatan Negara Dan Kesejahteraan Masyarakat
Dosen
Pengampu : Ristina Yudiahati.S.H.,M.H
Disusun
Oleh : Saut Oloan
Nim : 8111410119
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2012
Bab I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Pajak,kita
mengenal istilah tersebut dalam sehari-hari pada saat kita melakukan salah satu
kewajiban kita sebagai warga Negara,dan pajak juga dapat diartikan sebagai
pendapatan Negara yang digunakan untu membiayai pengeluaran Negara,dalam
penyediaan fasilitas-fasilitas yang diberikan dari Negara ke rakyatnya.. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.
dinyatakan bahwa pajak adalah iuran
masyarakat atau rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Sedangkan menurut Prof. Dr. P.J.A. Andriani juga dinyatakan bahwa pajak adalah
iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) terutama oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali,
yang langsung atau tidak langsung dapat ditunjuk, yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara dalam
menyelenggarakan pemerintahan.
Dan berdasarkan penerimaannya maka
pajak dibedakan menjadi Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung. Pajak langsung
adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain, contohnya adalah Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sedangkan Pajak tidak
langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM). Dalam pelaksanaannya
pembayaran pajak yang dilakukan sebagian masyarakat tidak taat akan peraturan
yang ada.
Tingkat
kesadaran masyarakat khususnya di Indonesia dalam membayar pajak masih kurang
bila dibandingkan dengan Negara-negara lain. Kurangnya pemahan arti penting
pajak,atau kurang tegasnya aturan yang mengatur pembayar tesebut oleh
masyarakat itu yang menjadi tugas pemerintah untuk menemukan jawabanya dari
permasalahan itu.
Bila
kita ketahui dalam ilmu pemerintahan,dimana pajak merupakan pendapatan terbesar
yang didapat oleh pemerintah untuk biaya operasional menjalankan
pemerintahan,dalam pembelajaan Negara. Dan dari situ kita dapat mengetahui
bahwa pajak sangatlah penting sebab dari pajak juga kesejahteraan masyarakat
didapat dan politik perekonomian,dan jalannya ekonomi dari suatu Negara dapat
dinilai.
B.
Rumusan
Masalah
·
Bagaimana tingkat kesadaran masyarakat
dalam membayar pajak.
·
Bagaimana kesejahteraan masyarakat
setiap tahun
C.
Tujuan
·
Mengetahui tingkat kesadaran masyarakat
dalam membayar pajak
·
Mengetahui kesejahteraan masyarakat
setiap tahun
Bab II
Pembahasan
A.
Tingkat
Kesadaran Masayarkat Membayar Pajak
Bela
Negara kata tersebut sering kita dengar bagi orang-orang yang berkorban bagi
Negara,kewajiban bela Negara
tercantum dalam Pasal 30 UUD 1945. Definisi tesebut
dapat juga kita artikan bagi mereka yang
taat dalam membayar pajak dimana kewajiban membayar pajak tercantum dalam
Pasal 23A UUD 1945, karena kita ketahui apabila kita membayar pajak
sama saja dengan kita peduli akan Negara ini,agar Negara ini dapat melakukan
tugas dan kewajibannya.
Kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib
Pajak sangat sulit untuk diwujudkan seandainya dalam definisi ‘pajak’ tidak ada
frase “yang dapat dipaksakan” dan “yang bersifat memaksa.” Bertitik tolak dari
frase ini menunjukkan membayar pajak bukan semata-mata perbuatan sukarela atau
karena suatu kesadaran. Frase ini memberikan pemahaman dan pengertian bahwa
masyarakat dituntut untuk melaksanakan kewajiban kenegaraan dengan membayar
pajak secara sukarela dan penuh kesadaran sebagai aktualisasi semangat
gotong-royong atau solidaritas nasional untuk membangun perekonomian nasional.
Sampai sekarang kesadaran masyarakat
membayar pajak masih belum mencapai tingkat sebagaimana yang diharapkan.
Umumnya masyarakat masih sinis dan kurang percaya terhadap keberadaan pajak karena
masih merasa sama dengan upeti, memberatkan, pembayarannya sering mengalami
kesulitan, ketidak mengertian masyarakat apa dan bagaimana pajak dan ribet
menghitung dan melaporkannya. Namun masih ada upaya yang dapat dilakukan
sehingga masyarakat sadar sepenuhnya untuk membayar pajak dan ini bukan sesuatu
yang mustahil terjadi. Ketika masyarakat memiliki kesadaran maka membayar pajak
akan dilakukan secara sukarela bukan keterpaksaan.Banyak media dalam negeri
mengabarkan tentang bagaimana tingkat kesadaran masyarakat membayar pajak. Juga
terdapat beberapa studi atau penelitian yang berkaitan dengan seputar hal
tersebut.
Kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib
Pajak merupakan hal yang mendasar sekali. Merupakan suatu wujud sikap yang
seiring sejalan dan merupakan satu kesatuan momentum yang harus dapat ditangkap
oleh DJP dalam mencapai targetnya. Sejak tahun 2008 terutama sejak peluncuran
program sunset policy, program PWPM menyusul modernisasi DJP, jumlah wajib
pajak semakin meningkat dan penerimaan negara dari sektor pajak pun turut
meningkat tajam. Walaupun demikian masih terdapat potensi yang masih cukup
besar atau kalau dalam bahasa pemasarannya ‘pangsa pasar masih belum mencapai
titik jenuh sehingga kita masih bisa jualan nih’. Sebagaimana diungkapkan oleh
Menteri Keuangan Agus Martowardjojo dalam salah satu even pada bulan Agustus
2011 di Gedung Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Faktor Negatif
atau yang Menghambat Tingkat Kesadaran dan Kepedulian Sukarela Wajib Pajak
Faktor yang menurunkan
tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak. Antara lain:
1) Prasangka negatif
kepada aparat perpajakan harus digantikan dengan prasangka positif. Sebab,
prasangka negatif ini akan menyebabkan para wajib pajak bersikap defensif dan
tertutup. Mereka akan cenderung menahan informasi dan tidak co operatif. Mereka
akan berusaha memperkecil nilai pajak yang dikenakan pada mereka dengan
memberikan informasi sesedikit mungkin. Perlu usaha keras dari lembaga
perpajakan dan media massa untuk membantu menghilangkan prasangka negatif
tersebut.
2) Hambatan atau
kurangnya intensitas kerjasama dengan Instansi lain (pihak ketiga) guna
mendapatkan data mengenai potensi Wajib Pajak baru, terutama dengan instansi
daerah atau bukan instansi vertikal.
3) Bagi Calon Wajib
Pajak, Sistem Self Assessment dianggap menguntungkan, sehingga sebagian besar
mereka enggan untuk mendaftarkan dirinya bahkan menghindar dari kewajiban
ber-NPWP. Data-data tentang dirinya selalu diupayakan untuk ditutupi sehingga
tidak tersentuh oleh DJP.
4)
Masih sedikitnya informasi yang semestinya disebarkan dan dapat diterima
masyarakat mengenai peranan pajak sebagai sumber penerimaan negara dan
segi-segi positif lainnya.
5)
Adanya anggapan masyarakat bahwa timbal balik (kontra prestasi) pajak tidak
bisa dinikmati secara langsung, bahkan wujud pembangunan sarana prasana belum
merata, meluas, apalagi menyentuh pelosok tanah air.
6) Adanya anggapan
masyarakat bahwa tidak ada keterbukaan pemerintah terhadap penggunaan uang
pajak.
7) Faktor tingkat pendidikan masyarakat yang kurang, bahwa dengan
melalui pendidikan dimungkinkan seseorang itu akan lebih bertanggung jawab,
lebih mengerti, lebih banyak menyerap pengetahuan, ketrampilan, kecakapan,
pengalaman serta lebih sadar akan hak dan kewajibannya baik sebagai warga
negara maupun sebagai warga masyarakat. Dan Pendidikan juga dipandang sebagai
jalan untuk mencapai kedudukan yang lebih baik di dalam masyarakat, makin
tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh maka makin besar harapan untuk
mencapai tujuan tersebut.
8) Faktor tingkat social ekonomi masyarakat
9) Faktor
Kemampuan Aparat Memotivasi Kesadaran Masyarakat Dalam Melayani Pajak Bumi dan Bangunan
Sedangkan
tentang kesukarelaan Wajib Pajak membayar pajak, secara spesifik faktor–faktor
yang mempengaruhinya adalah kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman
terhadap peraturan perpajakan, dan persepsi yang baik atas efektifitas sistem
perpajakan. Apabila Wajib Pajak telah mempunyai kesadaran membayar pajak, maka
kewajiban membayar pajak tidak memberatkan lagi dan dengan sukarela Wajib pajak
akan membayar pajaknya.
Beberapa hal yang
perlu menjadi perhatian Direktorat Jenderal Pajak dalam membangun kesadaran dan
kepedulian sukarela Wajib Pajak antara lain:
1) Melakukan sosialisasi
Sebagaimana
dinyatakan Dirjen Pajak bahwa kesadaran membayar pajak datangnya dari diri
sendiri, maka menanamkan pengertian dan pemahaman tentang pajak bisa diawali
dari lingkungan keluarga sendiri yang terdekat, melebar kepada tetangga, lalu
dalam forum-forum tertentu dan ormas-ormas tertentu melalui sosialisasi.
Dengan
tingginya intensitas informasi yang diterima oleh masyarakat, maka dapat secara
perlahan merubah mindset masyarakat tentang pajak ke arah yang positif. Beragam
bentuk sosialisasi bisa dikelompokkan berdasarkan: metode penyampaian,
segmentasi maupun medianya.
Berdasarkan Metode:
Penyampaiannya bisa
melalui acara yang formal ataupun informal. Acara formal biasanya menggunakan
format acara yang disusun sedemikian rupa secara resmi. Contohnya: Sosialisasi
bendaharawan, sosialisasi PPh 21 karyawan Pemda, seminar dan sebagainya.
Acara informal
biasanya menggunakan format acara yang lebih santai dan tidak resmi. Contohnya:
Ngobrol santai dengan wartawan, dengan tokoh masyarakat, dan sebagainya.
Berdasarkan
segmentasi:
Bisa membaginya untuk
kelompok umur tertentu, kelompok pelajar dan mahasiswa, kelompok pengusaha
tertentu, kelompok profesi tertentu, kelompok/ormas tertentu.
Menanamkan kesadaran
tentang pajak sejak dini, akan sangat berpengaruh terhadap pola pikir anak-anak
dan menimbulkan rasa kebanggaan terhadap pajak. Contoh yang pernah dilakukan
DJP adalah High School Tax Road Show, High School Tax Competition, Tax Goes to
Campus, ini merupakan kegiatan yang menimbulkan greget, heboh dan sangat
berkesan, bahkan sangat dirindukan muncul lagi oleh kalangan pelajar maupun
mahasiswa. Mungkin perlu dilakukan secara berkesinambungan dengan format yang
beragam, kreatif serta inovatif. Perlu diberikan apresiasi kepada salah satu
kanwil yang melaksanakan HSTRS ini dengan membuat kegiatan Turnamen Basket Ball
antar SMU terpanjang/terlama. Format HSTRS yang diselingi turnamen Basket Ball
dengan memindahkan lokasi/tempat pertandingan ke sekolah yang ada lapangan basketnya
untuk setiap even itu diadakan, sehingga masyarakat begitu terkesan dengan even
ini.
Berdasarkan media yang dipakai:
Sosialisasi dapat
dilakukan melalui media elektronik dan media cetak. Misalnya: dilakukan dengan
talkshow di radio atau televisi, membuat opini, ulasan dan rubrik tanya jawab
di koran, tabloid atau majalah. Iklan pajak pun mempunyai pengaruh dan dampak
positif terhadap meningkatkan kesadaran dan kepedulian sukarela wajib pajak.
Bentuk propaganda lainnya seperti: spanduk, banner, papan iklan/billboard, dan
sebagainya.
Contoh-contoh sosialisasi lainnya:
- Dapat
dilakukan dengan datang langsung ke kantor-kantor dan pemerintah daerah di
wilayah kerja, sosialisasi anggota profesi tertentu misalnya notaris, dokter,
sosialisasi asosiasi tertentu misalnya asosiasi kontraktor jasa konstruksi,
sosialisasi kepada pejabat tertentu, anggota DPR/DPRD, misalnya dengan topik
pengisian SPT Tahunan.
- Dapat pula
dilakukan dalam bentuk pengarahan secara langsung ke masyarakat melalui
pendekatan ke masing-masing kecamatan, desa, sampai RT/RW untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat terkait pentingnya pajak. Penyuluhan di bidang
kesehatan, penyuluhan di bidang peternakan dan pertanian bisa sukses, pastinya
penyuluhan DJP akan bisa lebih sukses didukung dengan tenaga penyuluh yang
sangat handal.
- Dapat
dilakukan pada kegiatan yang informal di masyarakat. Misalnya pengajian rutin,
kerja bakti, pertemuan karang taruna, dan kegiatan masyarakat lainnya.
- Adanya
serangkaian kegiatan daerah dan instansi, perusahaan di wilayah kerja pada
saat-saat tertentu misalnya Pekan Raya, Pameran dan Promosi dan sebagainya,
setidaknya DJP harus dapat menangkap dan ikut serta memeriahkannya dengan
membuka stand/pojok pajak.
- Salah satu
even rutin yang sangat besar gaungnya adalah Pekan Panutan Penyampaian SPT
Tahunan. Biasanya dihadiri oleh Bupati/Walikota, sekda, Kepala Dinas dan
Muspida yang diharapkan bisa menjadi panutan pajak bagi masyarakat. Namun pada
kenyataannya mereka masih banyak yang tidak/belum menyampaikan SPT Tahunan.
Biasanya mendekati batas akhir penyampaian SPT Tahunan diadakan acara yang
populer diberi nama “Ngisi Bareng SPT” yang membantu para Wajib Pajak dalam
mengisi SPT Tahunan.
- Program yang
penting juga adalah adanya Tax Center yang bekerjasama dengan Perguruan Tinggi
setempat. Sebelum dibentuknya Tax Center biasanya dibuat kesepakatan bersama
untuk melakukan kerjasama sosialisasi perpajakan, yang bertujuan untuk mewujudkan
kesadaran dan kepedulian Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya di bidang
perpajakan. Tax Center akan membantu mensosialisasikan pengetahuan dan
pemahaman tentang pajak. Tax center terbuka bagi semua masyarakat. Siapapun
yang mengalami kesulitan perihal perpajakan bisa berkonsultasi di pusat
perpajakan ini. Perguruan Tinggi akan menyediakan ruang tax center yang
nantinya akan dipergunakan sebagai sarana informasi dan pengetahuan tentang
perpajakan.
2) Memberikan kemudahan dalam segala
hal pemenuhan kewajiban perpajakan dan meningkatkan mutu pelayanan kepada wajib
pajak.
Jika pelayanan tidak
beres atau kurang memuaskan maka akan menimbulkan keengganan Wajib Pajak
melangkah ke kantor Pelayanan Pajak. Pelayanan sebagai wajah DJP harus
mencitrakan sebuah keramahan, keanggunan dan kenyamanan. Pelayanan berkualitas
adalah pelayanan yang dapat menciptakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan wajib pajak. Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat
memberikan kepuasan kepada Wajib Pajak dan tetap dalam batas memenuhi standar
pelayanan yang dapat dipertangungjawabkan serta harus dilakukan secara
konsisten dan kontinyu. DJP harus terus menerus meningkatkan efisiensi administrasi
dengan menerapkan sistem dan administrasi yang handal dan pemanfaatan teknologi
yang tepat guna. Pelayanan berbasis komputerisasi merupakan salah satu upaya
dalam penggunaan Teknologi Informasi yang tepat untuk memudahkan pelayanan
terhadap Wajib Pajak.
3) Meningkatkan citra Good Governance
Diama dengan memliki
citra good governance dapat menimbulkan adanya rasa saling percaya antara
pemerintah dan masyarakat wajib pajak, sehingga kegiatan pembayaran pajak
akan menjadi sebuah kebutuhan dan kerelaan, bukan suatu
kewajiban. Dengan demikian tercipta pola hubungan antara negara
dan masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban yang dilandasi dengan rasa
saling percaya.
4) Memberikan pengetahuan melalui jalur
pendidikan khususnya pendidikan perpajakan
Melalui pendidikan diharapkan dapat mendorong individu
kearah yang positif dan mampu menghasilkan pola pikir yang positif yang
selanjutnya akan dapat memberikan pengaruh positif sebagai pendorong untuk
melaksanakan kewajiban membayar pajak. Mungkin suatu ide mendirikan sekolah
khusus di bidang perpajakan bisa diwujudkan guna mencetak tenaga ahli dan
trampil di bidang perpajakan.
5) Law Enforcement
Dengan penegakan
hukum yang benar tanpa pandang bulu akan memberikan deterent efect yang efektif
sehingga meningkatkan kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak. Walaupun
DJP berwenang melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan, namun pemeriksaan harus dapat dipertanggung jawabkan dan
bersih dari intervensi apapun sehingga tidak mengaburkan makna penegakan hukum
serta dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat wajib pajak.
6) Membangun trust atau
kepercayaan masyarakat terhadap pajak
Akibat kasus Gayus kepercayaan masyarakat terhadap Ditjen
Pajak menurun sehingga upaya penghimpunan pajak tidak optimal. Atas kasus
seperti Gayus itu para aparat perpajakan seharusnya dapat merespon dan
menjelaskan dengan tegas bahwa jika masyarakat mendapatkan informasi bahwa ada
korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, jangan hanya memandang
informasi ini dari sudut yang sempit saja. Jika tidak segera dijelaskan maka
masyarakat kemudian bersikap resistance dan enggan membayar pajak karena
beranggapan bahwa pajak yang dibayarkannya paling-paling hanya akan dikorupsi.
7) Merealisasikan program Sensus Perpajakan Nasional
Mengadakan sensus perpajakan nasional akan
menjaring potensi pajak yang belum tergali. Dengan program sensus ini
diharapkan seluruh masyarakat mengetahui dan memahami masalah perpajakan serta
sekaligus dapat membangkitkan kesadaran dan kepedulian, sukarela menjadi Wajib
Pajak dan membayar Pajak.
Seperti
yang telah dipaparkan di atas,bahwa pajak merupakan suatu pendapatan yang di
dapat oleh Negara,sekalipun bukan hanya dari pajak saja pendapatan Negara,akan
tetapi dari pajak lah merupakan pemasukan Negara yang cukup besar untuk
menunjang jalannya pemerintahan. Sehingga sangat diharapkan untuk masyarakat
agar lebih mengerti akan arti penting dari pajak itu sendiri.
B. Kesejahteraan Masyarakat
Pengertian
dari kesejahteraan masyarakat adalah suatu institusi atau bidang kegiatan yang
melibatkan aktivitas terorganisir yang diselenggarakan baik oleh
lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk
mencegah,mengatasi atau meberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah social
da peningkatan kualitas hidup individu,kelompok dan masyarakat.
Dari
definisi di atas bila dikaitkan dengan arti penting suatu pajak sangatlah jelas
ada keterkaitan saling mengikat diantaranya. Karena kita ketahui bahwa dengan
baiknya suatu pembayaran pajak yang dilakukan rakyat ke pemerintah,dapat di nilai
sebagai taraf hidup rakyat disuatu Negara atau politik keuangan Negara. Yang
menjadi inti dari permasalahan pajak,mengapa rakyat pada tingkat kesadaannya
untuk membayar pajak kurang,bukan karena pendidikan atau kurangnya sosialisasi dari petugas
pajak,tetapi karena perekonomian masyarakat yang mungkin saja masih dibawah
dari tingkat kesejahteraan. Sehingga pemerintah harus bekerja lebih keras lagi
dalam hal ini bukan hanya memberikan solusi dalam pemungutan pajak saja,tetapi
solusi untuk memberikan kesejahteraan yang baik kepada rakyat.
Dimana
kesejahteraan sosial
atau masyarakat sebagai suatu keadaan yang dirumuskan pada Pasal 2 ayat 1
Undang-Undang Nomor 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial yaitu. Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan
penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa
keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi
setiap warga Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia
sesuai dengan Pancasila.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pajak
merupakan sumber pendapatan dari Negara yang dapat meneneukan tingkat
kesejahteraan masyarakat,dan aktivitas Negara dalam pembayaran gaji pegawai
negeri sipil,pembelian peralatan pemerintah dan lain sebagainya didapat dari
pajak,sehingga pajak merupakan hal terpenting,oleh karena itu kesadaran rakyat
dalam membayar pajak sangat dituntut tinggi.
B.
Saran
Semoga Direktorat Jenderal Pajak tetap
konsisten dan kontinyu untuk membangun kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib
Pajak demi tercapainya cita-cita dan tujuannya. Dan apabila rakyat telah sadar
akan kewajibannya membayar pajak diharapkan pemerintah tidak melukai rakyat
dengan melakukan korupsi terhadap pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar