Cari Blog Ini

Sabtu, 02 Juni 2012

peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak



Tugas Hukum Pajak
Peningkatan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Untuk Peningkatan Pendapatan Negara Dan Kesejahteraan Masyarakat


Dosen Pengampu : Ristina Yudiahati.S.H.,M.H

Disusun Oleh       : Saut Oloan
Nim                      : 8111410119




FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012

Bab I
Pendahuluan
A.   Latar Belakang

Pajak,kita mengenal istilah tersebut dalam sehari-hari pada saat kita melakukan salah satu kewajiban kita sebagai warga Negara,dan pajak juga dapat diartikan sebagai pendapatan Negara yang digunakan untu membiayai pengeluaran Negara,dalam penyediaan fasilitas-fasilitas yang diberikan dari Negara ke rakyatnya.. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.  dinyatakan bahwa pajak adalah iuran masyarakat atau rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan menurut Prof. Dr. P.J.A. Andriani juga dinyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) terutama oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung atau tidak langsung dapat ditunjuk, yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan. 
Dan berdasarkan penerimaannya maka pajak dibedakan menjadi Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain, contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sedangkan Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Dalam pelaksanaannya pembayaran pajak yang dilakukan sebagian masyarakat tidak taat akan peraturan yang ada.
Tingkat kesadaran masyarakat khususnya di Indonesia dalam membayar pajak masih kurang bila dibandingkan dengan Negara-negara lain. Kurangnya pemahan arti penting pajak,atau kurang tegasnya aturan yang mengatur pembayar tesebut oleh masyarakat itu yang menjadi tugas pemerintah untuk menemukan jawabanya dari permasalahan itu.
Bila kita ketahui dalam ilmu pemerintahan,dimana pajak merupakan pendapatan terbesar yang didapat oleh pemerintah untuk biaya operasional menjalankan pemerintahan,dalam pembelajaan Negara. Dan dari situ kita dapat mengetahui bahwa pajak sangatlah penting sebab dari pajak juga kesejahteraan masyarakat didapat dan politik perekonomian,dan jalannya ekonomi dari suatu Negara dapat dinilai.




B.     Rumusan Masalah

·         Bagaimana tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar pajak.
·         Bagaimana kesejahteraan masyarakat setiap tahun

C.   Tujuan

·         Mengetahui tingkat kesadaran masyarakat dalam  membayar pajak
·         Mengetahui kesejahteraan masyarakat setiap tahun



Bab II
Pembahasan

A.   Tingkat Kesadaran Masayarkat Membayar Pajak

Bela Negara kata tersebut sering kita dengar bagi orang-orang yang berkorban bagi Negara,kewajiban bela Negara tercantum dalam Pasal 30 UUD 1945. Definisi tesebut dapat juga kita artikan bagi mereka yang  taat dalam membayar pajak dimana kewajiban membayar pajak tercantum dalam Pasal 23A UUD 1945, karena kita ketahui apabila kita membayar pajak sama saja dengan kita peduli akan Negara ini,agar Negara ini dapat melakukan tugas dan kewajibannya.
Kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak sangat sulit untuk diwujudkan seandainya dalam definisi ‘pajak’ tidak ada frase “yang dapat dipaksakan” dan “yang bersifat memaksa.” Bertitik tolak dari frase ini menunjukkan membayar pajak bukan semata-mata perbuatan sukarela atau karena suatu kesadaran. Frase ini memberikan pemahaman dan pengertian bahwa masyarakat dituntut untuk melaksanakan kewajiban kenegaraan dengan membayar pajak secara sukarela dan penuh kesadaran sebagai aktualisasi semangat gotong-royong atau solidaritas nasional untuk membangun perekonomian nasional.
Sampai sekarang kesadaran masyarakat membayar pajak masih belum mencapai tingkat sebagaimana yang diharapkan. Umumnya masyarakat masih sinis dan kurang percaya terhadap keberadaan pajak karena masih merasa sama dengan upeti, memberatkan, pembayarannya sering mengalami kesulitan, ketidak mengertian masyarakat apa dan bagaimana pajak dan ribet menghitung dan melaporkannya. Namun masih ada upaya yang dapat dilakukan sehingga masyarakat sadar sepenuhnya untuk membayar pajak dan ini bukan sesuatu yang mustahil terjadi. Ketika masyarakat memiliki kesadaran maka membayar pajak akan dilakukan secara sukarela bukan keterpaksaan.Banyak media dalam negeri mengabarkan tentang bagaimana tingkat kesadaran masyarakat membayar pajak. Juga terdapat beberapa studi atau penelitian yang berkaitan dengan seputar hal tersebut.
Kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak merupakan hal yang mendasar sekali. Merupakan suatu wujud sikap yang seiring sejalan dan merupakan satu kesatuan momentum yang harus dapat ditangkap oleh DJP dalam mencapai targetnya. Sejak tahun 2008 terutama sejak peluncuran program sunset policy, program PWPM menyusul modernisasi DJP, jumlah wajib pajak semakin meningkat dan penerimaan negara dari sektor pajak pun turut meningkat tajam. Walaupun demikian masih terdapat potensi yang masih cukup besar atau kalau dalam bahasa pemasarannya ‘pangsa pasar masih belum mencapai titik jenuh sehingga kita masih bisa jualan nih’. Sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Keuangan Agus Martowardjojo dalam salah satu even pada bulan Agustus 2011 di Gedung Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Faktor Negatif atau yang Menghambat Tingkat Kesadaran dan Kepedulian Sukarela Wajib Pajak
Faktor yang menurunkan tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak. Antara lain:
1) Prasangka negatif kepada aparat perpajakan harus digantikan dengan prasangka positif. Sebab, prasangka negatif ini akan menyebabkan para wajib pajak bersikap defensif dan tertutup. Mereka akan cenderung menahan informasi dan tidak co operatif. Mereka akan berusaha memperkecil nilai pajak yang dikenakan pada mereka dengan memberikan informasi sesedikit mungkin. Perlu usaha keras dari lembaga perpajakan dan media massa untuk membantu menghilangkan prasangka negatif tersebut.
2) Hambatan atau kurangnya intensitas kerjasama dengan Instansi lain (pihak ketiga) guna mendapatkan data mengenai potensi Wajib Pajak baru, terutama dengan instansi daerah atau bukan instansi vertikal.
3) Bagi Calon Wajib Pajak, Sistem Self Assessment dianggap menguntungkan, sehingga sebagian besar mereka enggan untuk mendaftarkan dirinya bahkan menghindar dari kewajiban ber-NPWP. Data-data tentang dirinya selalu diupayakan untuk ditutupi sehingga tidak tersentuh oleh DJP.
4) Masih sedikitnya informasi yang semestinya disebarkan dan dapat diterima masyarakat mengenai peranan pajak sebagai sumber penerimaan negara dan segi-segi positif lainnya.
5) Adanya anggapan masyarakat bahwa timbal balik (kontra prestasi) pajak tidak bisa dinikmati secara langsung, bahkan wujud pembangunan sarana prasana belum merata, meluas, apalagi menyentuh pelosok tanah air.
6) Adanya anggapan masyarakat bahwa tidak ada keterbukaan pemerintah terhadap penggunaan uang pajak.
7)  Faktor tingkat pendidikan masyarakat yang kurang, bahwa dengan melalui pendidikan dimungkinkan seseorang itu akan lebih bertanggung jawab, lebih mengerti, lebih banyak menyerap pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, pengalaman serta lebih sadar akan hak dan kewajibannya baik sebagai warga negara maupun sebagai warga masyarakat. Dan Pendidikan juga dipandang sebagai jalan untuk mencapai kedudukan yang lebih baik di dalam masyarakat, makin tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh maka makin besar harapan untuk mencapai tujuan tersebut.
8)   Faktor tingkat social ekonomi masyarakat
9) Faktor Kemampuan Aparat Memotivasi Kesadaran Masyarakat Dalam Melayani Pajak Bumi dan Bangunan
Sedangkan tentang kesukarelaan Wajib Pajak membayar pajak, secara spesifik faktor–faktor yang mempengaruhinya adalah kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman terhadap peraturan perpajakan, dan persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan. Apabila Wajib Pajak telah mempunyai kesadaran membayar pajak, maka kewajiban membayar pajak tidak memberatkan lagi dan dengan sukarela Wajib pajak akan membayar pajaknya.
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian Direktorat Jenderal Pajak dalam membangun kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak antara lain:
1) Melakukan sosialisasi
Sebagaimana dinyatakan Dirjen Pajak bahwa kesadaran membayar pajak datangnya dari diri sendiri, maka menanamkan pengertian dan pemahaman tentang pajak bisa diawali dari lingkungan keluarga sendiri yang terdekat, melebar kepada tetangga, lalu dalam forum-forum tertentu dan ormas-ormas tertentu melalui sosialisasi.
Dengan tingginya intensitas informasi yang diterima oleh masyarakat, maka dapat secara perlahan merubah mindset masyarakat tentang pajak ke arah yang positif. Beragam bentuk sosialisasi bisa dikelompokkan berdasarkan: metode penyampaian, segmentasi maupun medianya.
Berdasarkan Metode: 
Penyampaiannya bisa melalui acara yang formal ataupun informal. Acara formal biasanya menggunakan format acara yang disusun sedemikian rupa secara resmi. Contohnya: Sosialisasi bendaharawan, sosialisasi PPh 21 karyawan Pemda, seminar dan sebagainya.
Acara informal biasanya menggunakan format acara yang lebih santai dan tidak resmi. Contohnya: Ngobrol santai dengan wartawan, dengan tokoh masyarakat, dan sebagainya.
Berdasarkan segmentasi:
Bisa membaginya untuk kelompok umur tertentu, kelompok pelajar dan mahasiswa, kelompok pengusaha tertentu, kelompok profesi tertentu, kelompok/ormas tertentu.
Menanamkan kesadaran tentang pajak sejak dini, akan sangat berpengaruh terhadap pola pikir anak-anak dan menimbulkan rasa kebanggaan terhadap pajak. Contoh yang pernah dilakukan DJP adalah High School Tax Road Show, High School Tax Competition, Tax Goes to Campus, ini merupakan kegiatan yang menimbulkan greget, heboh dan sangat berkesan, bahkan sangat dirindukan muncul lagi oleh kalangan pelajar maupun mahasiswa. Mungkin perlu dilakukan secara berkesinambungan dengan format yang beragam, kreatif serta inovatif. Perlu diberikan apresiasi kepada salah satu kanwil yang melaksanakan HSTRS ini dengan membuat kegiatan Turnamen Basket Ball antar SMU terpanjang/terlama. Format HSTRS yang diselingi turnamen Basket Ball dengan memindahkan lokasi/tempat pertandingan ke sekolah yang ada lapangan basketnya untuk setiap even itu diadakan, sehingga masyarakat begitu terkesan dengan even ini. 

Berdasarkan media yang dipakai:
Sosialisasi dapat dilakukan melalui media elektronik dan media cetak. Misalnya: dilakukan dengan talkshow di radio atau televisi, membuat opini, ulasan dan rubrik tanya jawab di koran, tabloid atau majalah. Iklan pajak pun mempunyai pengaruh dan dampak positif terhadap meningkatkan kesadaran dan kepedulian sukarela wajib pajak. Bentuk propaganda lainnya seperti: spanduk, banner, papan iklan/billboard, dan sebagainya.
Contoh-contoh sosialisasi lainnya:
- Dapat dilakukan dengan datang langsung ke kantor-kantor dan pemerintah daerah di wilayah kerja, sosialisasi anggota profesi tertentu misalnya notaris, dokter, sosialisasi asosiasi tertentu misalnya asosiasi kontraktor jasa konstruksi, sosialisasi kepada pejabat tertentu, anggota DPR/DPRD, misalnya dengan topik pengisian SPT Tahunan. 
- Dapat pula dilakukan dalam bentuk pengarahan secara langsung ke masyarakat melalui pendekatan ke masing-masing kecamatan, desa, sampai RT/RW untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait pentingnya pajak. Penyuluhan di bidang kesehatan, penyuluhan di bidang peternakan dan pertanian bisa sukses, pastinya penyuluhan DJP akan bisa lebih sukses didukung dengan tenaga penyuluh yang sangat handal.
- Dapat dilakukan pada kegiatan yang informal di masyarakat. Misalnya pengajian rutin, kerja bakti, pertemuan karang taruna, dan kegiatan masyarakat lainnya. 
- Adanya serangkaian kegiatan daerah dan instansi, perusahaan di wilayah kerja pada saat-saat tertentu misalnya Pekan Raya, Pameran dan Promosi dan sebagainya, setidaknya DJP harus dapat menangkap dan ikut serta memeriahkannya dengan membuka stand/pojok pajak.
- Salah satu even rutin yang sangat besar gaungnya adalah Pekan Panutan Penyampaian SPT Tahunan. Biasanya dihadiri oleh Bupati/Walikota, sekda, Kepala Dinas dan Muspida yang diharapkan bisa menjadi panutan pajak bagi masyarakat. Namun pada kenyataannya mereka masih banyak yang tidak/belum menyampaikan SPT Tahunan. Biasanya mendekati batas akhir penyampaian SPT Tahunan diadakan acara yang populer diberi nama “Ngisi Bareng SPT” yang membantu para Wajib Pajak dalam mengisi SPT Tahunan.
- Program yang penting juga adalah adanya Tax Center yang bekerjasama dengan Perguruan Tinggi setempat. Sebelum dibentuknya Tax Center biasanya dibuat kesepakatan bersama untuk melakukan kerjasama sosialisasi perpajakan, yang bertujuan untuk mewujudkan kesadaran dan kepedulian Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya di bidang perpajakan. Tax Center akan membantu mensosialisasikan pengetahuan dan pemahaman tentang pajak. Tax center terbuka bagi semua masyarakat. Siapapun yang mengalami kesulitan perihal perpajakan bisa berkonsultasi di pusat perpajakan ini. Perguruan Tinggi  akan menyediakan ruang tax center yang nantinya akan dipergunakan sebagai sarana informasi dan pengetahuan tentang perpajakan. 
2) Memberikan kemudahan dalam segala hal pemenuhan kewajiban perpajakan dan meningkatkan mutu pelayanan kepada wajib pajak.
Jika pelayanan tidak beres atau kurang memuaskan maka akan menimbulkan keengganan Wajib Pajak melangkah ke kantor Pelayanan Pajak. Pelayanan sebagai wajah DJP harus mencitrakan sebuah keramahan, keanggunan dan kenyamanan. Pelayanan berkualitas adalah pelayanan yang dapat menciptakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan wajib pajak. Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada Wajib Pajak dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertangungjawabkan serta harus dilakukan secara konsisten dan kontinyu. DJP harus terus menerus meningkatkan efisiensi administrasi dengan menerapkan sistem dan administrasi yang handal dan pemanfaatan teknologi yang tepat guna. Pelayanan berbasis komputerisasi merupakan salah satu upaya dalam penggunaan Teknologi Informasi yang tepat untuk memudahkan pelayanan terhadap Wajib Pajak. 
3) Meningkatkan citra Good Governance
Diama dengan memliki citra good governance dapat menimbulkan adanya  rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat wajib pajak,  sehingga kegiatan pembayaran pajak akan  menjadi sebuah  kebutuhan dan kerelaan,  bukan suatu kewajiban.  Dengan demikian  tercipta pola hubungan antara  negara dan masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban yang dilandasi dengan rasa saling percaya. 
4) Memberikan pengetahuan melalui jalur pendidikan khususnya pendidikan perpajakan
Melalui pendidikan diharapkan dapat mendorong individu kearah yang positif dan mampu menghasilkan pola pikir yang positif yang selanjutnya akan dapat memberikan pengaruh positif sebagai pendorong untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak. Mungkin suatu ide mendirikan sekolah khusus di bidang perpajakan bisa diwujudkan guna mencetak tenaga ahli dan trampil di bidang perpajakan.
5) Law Enforcement
Dengan penegakan hukum yang benar tanpa pandang bulu akan memberikan deterent efect yang efektif sehingga meningkatkan kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak. Walaupun DJP berwenang melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, namun pemeriksaan harus dapat dipertanggung jawabkan dan bersih dari intervensi apapun sehingga tidak mengaburkan makna penegakan hukum serta dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat wajib pajak.
6) Membangun trust atau kepercayaan masyarakat terhadap pajak

Akibat kasus Gayus kepercayaan masyarakat terhadap Ditjen Pajak menurun sehingga upaya penghimpunan pajak tidak optimal. Atas kasus seperti Gayus itu para aparat perpajakan seharusnya dapat merespon dan menjelaskan dengan tegas bahwa jika masyarakat mendapatkan informasi bahwa ada korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, jangan hanya memandang informasi ini dari sudut yang sempit saja. Jika tidak segera dijelaskan maka masyarakat kemudian bersikap resistance dan enggan membayar pajak karena beranggapan bahwa pajak yang dibayarkannya paling-paling hanya akan dikorupsi. 
7) Merealisasikan program Sensus Perpajakan Nasional
 Mengadakan sensus perpajakan nasional akan menjaring potensi pajak yang belum tergali. Dengan program sensus ini diharapkan seluruh masyarakat mengetahui dan memahami masalah perpajakan serta sekaligus dapat membangkitkan kesadaran dan kepedulian, sukarela menjadi Wajib Pajak dan membayar Pajak.
Seperti yang telah dipaparkan di atas,bahwa pajak merupakan suatu pendapatan yang di dapat oleh Negara,sekalipun bukan hanya dari pajak saja pendapatan Negara,akan tetapi dari pajak lah merupakan pemasukan Negara yang cukup besar untuk menunjang jalannya pemerintahan. Sehingga sangat diharapkan untuk masyarakat agar lebih mengerti akan arti penting dari pajak itu sendiri.


B.    Kesejahteraan Masyarakat

Pengertian dari kesejahteraan masyarakat adalah suatu institusi atau bidang kegiatan yang melibatkan aktivitas terorganisir yang diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk mencegah,mengatasi atau meberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah social da peningkatan kualitas hidup individu,kelompok dan masyarakat.
Dari definisi di atas bila dikaitkan dengan arti penting suatu pajak sangatlah jelas ada keterkaitan saling mengikat diantaranya. Karena kita ketahui bahwa dengan baiknya suatu pembayaran pajak yang dilakukan rakyat ke pemerintah,dapat di nilai sebagai taraf  hidup rakyat disuatu  Negara atau politik keuangan Negara. Yang menjadi inti dari permasalahan pajak,mengapa rakyat pada tingkat kesadaannya untuk membayar pajak kurang,bukan karena pendidikan atau  kurangnya sosialisasi dari petugas pajak,tetapi karena perekonomian masyarakat yang mungkin saja masih dibawah dari tingkat kesejahteraan. Sehingga pemerintah harus bekerja lebih keras lagi dalam hal ini bukan hanya memberikan solusi dalam pemungutan pajak saja,tetapi solusi untuk memberikan kesejahteraan yang baik kepada rakyat.
Dimana kesejahteraan sosial atau masyarakat sebagai suatu keadaan yang dirumuskan pada Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial yaitu. Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.




BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan

Pajak merupakan sumber pendapatan dari Negara yang dapat meneneukan tingkat kesejahteraan masyarakat,dan aktivitas Negara dalam pembayaran gaji pegawai negeri sipil,pembelian peralatan pemerintah dan lain sebagainya didapat dari pajak,sehingga pajak merupakan hal terpenting,oleh karena itu kesadaran rakyat dalam membayar pajak sangat dituntut tinggi.

B.   Saran
Semoga Direktorat Jenderal Pajak tetap konsisten dan kontinyu untuk membangun kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak demi tercapainya cita-cita dan tujuannya. Dan apabila rakyat telah sadar akan kewajibannya membayar pajak diharapkan pemerintah tidak melukai rakyat dengan melakukan korupsi terhadap pajak.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar